Kabupaten Lingga Prioritas Nasional Pengembangan Kawasan Hortikultura

KL.- Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dalam program prioritas nasional pengembangan kawasan hortikultura.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Kementerian Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian, Susiwijono pada pembukaan rapat koordinasi penyelesaian status lahan pengembangan kawasan hortikultura di Gedung Ali Wardhana, lantai 4 di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
“Ada 13 kabupaten/kota yang sudah kita tetapkan dalam program prioritas nasional pengembangan kawasan hortikultura. Di sini ada Lingga, Bener Meriah dan Mandailing Natal,” ungkapnya.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri Bupati Lingga, Alias Wello, Bupati Mandailing Natal, Dahlan Hasan Nasution, Bupati Bener Meriah, Tgk H. Sarkawi, Bupati Gorontalo, Prof. Nelson Pomalingo dan Direktur PT. Great Giant Pineapple, Welly Soegiono.
Sementara dari lintas Kementerian hadir Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Musdhalifah Machmud, Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Herban Heryandana dan Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian, Sugiono.
“Kita kordinasikan beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengembangan kawasan hortikultura ini. Termasuk status lahan. Di sini ada Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” jelasnya.
Direktur PT. Great Giant Pineapple, Welly Soehiono mengatakan, konsep kerjasama pengembangan kawasan hortikultura, khususnya pengembangan pisang cavendish, highland banana dan nenas yang ditawarkannya, dipastikan tanpa penguasaan lahan oleh swasta.
“Kita arahkan lahan tetap milik pemerintah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Boleh juga milik kelompok tani. Contoh di Tanggamus, Lampung. Lahannya ada 200 Ha, petaninya 300 orang,” ujarnya.
Welly menjamin, petani yang tergabung dalam kerjasama tersebut, tidak akan mengalami merugikan karena perubahan harga yang tak menentu pada saat panen raya.
“Harga kita tentukan dalam waktu satu tahun. Supaya tidak ada gejolak harga pada saat panen raya. Jangan sampai kita dikasih nikmat panen raya, tapi harga hancur. Ini yang harus kita hindari,” katanya.
Untuk membangun sebuah kawasan industri hortikultura, khususnya pisang dan nenas di sebuah daerah, sambung Welly, dibutuhkan lahan minimal 300 Ha. Sehingga keberlanjutan ekspor kedua komoditi tersebut tetap terjaga.
Bupati Lingga, Alias Wello menyambut baik penetapan Lingga sebagai prioritas nasional pengembangan kawasan hortikultura, khususnya pisang cavendish dan nenas yang diharapkan dapat menampung ribuan tenaga kerja.
“Kami punya lahan sekitar 27.000 hektar hasil pelepasan kawasan hutan atas nama PT. SPP sejak tahun 2000 dan PT. CSA tahun 2014, tapi dibiarkan tanpa pengelolaan. Seharusnya, status hukum pelepasan itu gugur setelah setahun tak dikelola,” katanya.
Menurut dia, jika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyerahkan kewenangan pengelolaan lahan yang telah dilepaskan, tapi dibiarkan terlantar oleh pemiliknya itu kepada pemerintah daerah, ia memastikan sebagian besar lahan tersebut bisa dijadikan kawasan hortikultura.
“Kami punya lahan cukup besar. Tapi, statusnya tak jelas. Sudah dilepaskan, tapi tak dikelola. Sementara, lahan lainnya yang punya potensi untuk dikembangkan statusnya masih kawasan hutan,” tambahnya.
Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Herban Heryandana berjanji segera merespon keluhan Bupati Lingga, Alias Wello.
“Surat pak Bupati Lingga sudah kami terima sejak bulan Mei 2019 lalu. Konsep balasannya sudah di ruangan pak Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan. Segera kami respon pak,” jawabnya. (Rilis Humas/Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


− 2 = satu

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.