Bagan Siapi- api Cerminan Kota Toleransi Dengan Berbagai Persoalan, Kata Nukila Evanty

KL- Kesan dan pesan Nukila Evanty, yang akrab disapa Nukila, salah seorang wanita kelahiran Bagan siapi-;api Kabupaten Rokan Hilir salah satu tokoh adat dan budaya serta Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) atau Indigenous Peoples’ Initiative’s pada saat berkunjung ke Kota kelahirannya kebagan siapi- api, Rokan Hilir, Provinsi Riaul (4 Juli 2023 lalu.)
Berikut ini petikkan konfirmasi Media Junarlist dengan Nukila Evanty melalu pesan singkat WhatsApp pada hari Minggu (09/07-2023) ;

Diawali Media Journalist menanyakan, bagaimana pendapat anda tentang festival ritual Bakar Tongkang tersebut?.

Bagan Siapi- api Cerminan Kota Toleransi Dengan Berbagai Perdebatan” Kata Nukila Evanty

Menurut Nukila ; “Ritual Bakar Tongkang  atau  Burning a Replica of the Last Ship atau Go Gek Cap Lak  adalah suatu budaya yang diinisiasi oleh warga keturunan Tionghoa, budaya ini, sudah menyatu dengan masyarakat Bagansiapiapi dan tujuannya antara lain, untuk memperingati kehadiran masyarakat Tionghoa ditanah Bagansiapiapi,sekitar tahun 1820 lalu.
Saya melihat pada acara bakar tongkang tahun ini, pengunjung, dan antusiasme masyarakat sangat tinggi,sehingga banyak dikunjungi ribuan orang-orang selain pengunjung lokal ada juga dari negara tetangga seperti, dari Malaysia, Thailand, Singapura hingga dari China. Ritual  ini puncaknya  dengan membakar Replika Tongkang atau kapal
Ritual diawali dengan sembahyang di Klenteng tertua yaitu Ing Hok Kiong. Banyak yang belum tau makna dari ritual Bakar Tongkang yaitu untuk pemperingati para leluhur dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewa Kie Ong Ya karena telah menyelamatkan para leluhur keturunan Tionghoa, mendapatkan tanah atau tempat yang layak, pada akhirnya menemukan Bagansiapiapi.

Lebih lanjut Nukila menuturkan “Saya mendapatkan penjelasan, bahwa orang Tionghoa yang pertama sekali datang ke Bagansiapi-;api, dari wilayah Songkhla di Thailand, mereka  menggunakan tiga tongkang, terus diterpa ombak, angin dan sebagainya yang pada akhirnya selamat hanya satu tongkang mendarat di Bagansiapiapi. Informasi yang saya dapatkan, bahwa  manfaat ritual Bakar Tongkang bagi masyarakat Tionghoa adalah  untuk menetapkan arah peruntungan yaitu seandainya tiang kapal jatuh ke darat maka sumber hoki (rejeki-red) yang lebih baik berasal dari darat dan bilamana tiang kapal jatuh ke arah laut, maka hoki (rejeki-red) yang lebih baik berasal dari laut. Nah ….hoki atau rejeki tahun 2023 ini akan lebih banyak ke laut karena pada saat pembakaran tongkang, kedua tiang tongkang jatuh ke arah laut.
“Disebutkan oleh beberapa orang yang saya temui pada saat festival, bahwa manfaat diadakannya ritual ini untuk menghilangkan aura buruk di Bagansiapiapi serta untuk mensucikan harta.
Kemarin agak lama pembakarannya sampe jam ;16.00 keatas baru ada ‘petunjuk’, sehingga tongkang baru boleh diberangkatkan dan dilanjutkan dengan acara arak-arakan ke tempat pembakaran”

Lebih lanjut Media Jurnalis menanyakan”apakah Menyelenggarakan festival adalah bagian dari perlindungan budaya , bagaimana menurut anda, apa kelebihan dan mungkin ada kekurangan dari acara ritual tersebut ?.

Inilah jawaban Nukila: “Saya sangat mengapresiasi atas dukungan dari Pemerintah Kabupaten dan kepada pihak-pihak lainnya, sehingga ritual ini terealisasi dengat sangat baik. Menurut saya pemerintah Kabupaten perlu lebih siap dengan festival ritual Bakar Tongkang, perlu Sense of Belonging (Rasa memiliki yang besar), pemerintah dan masyarakat Bagansiapiapi yang hidup toleran dan plural sedari dulu, harus dibangun nilai kebanggaan akan multikultural karena itu adalah kearifan lokal antara suku Tionghua dengan Melayu dan suku-suku lainnya. Kemudian pemerintah Kabupaten harus bekerjasama dengan pemerintah Provinsi atau dengan pihak Swasta untuk lebih meningkatkan Hospitality dan Industri Hospitality yang mencakup  usaha yang bergerak pada pelayanan akomodasi seperti hotel, penginapan serta pasilitas lainnya sebagai pendukung. Seperti kemarin, hotel dan penginapan tidak cukup daya tampung melayani tamu-tamu yang jumlahnya besar, bahkan menurut beberapa sumber, beberapa tamu harus tinggal dirumah-rumah penduduk atau bahkan menginap ke wilayah terdekat yaitu di Dumai misalnya. Kemudian kuliner lokal yang kurang tersajikan  serta event paralel lainnya yang kurang kreatif. Juga kurangnya aksesibilitas udara, darat, laut menuju Bagansiapiapi. Pemerintah kabupaten perlu menguatkan kedepan tata kelola pelayanan pariwisata, meningkatkan  kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan sektor investasi di bidang turisme”.
Diakhiri pertanyaan Jurnalist ; Apa pesan anda untuk Pemda dan stakeholders terkait pelaksanaan evans ini ?.
Nukila ; “Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dengan ibukota Bagansiapiapi mempunyai penduduk mencapai 600 ribu jiwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Rohil tahun 2021. Penduduk plural dengan toleransi tinggi antar agama dan suku-suku. Persoalan lainnya yang harus menjadi perhatian adalah saya urutkan ;

– Pertama ; Mengurangi angka kemiskinan di kabupaten Rohil dengan jumlah 7,18 %  tahun 2021 dengan jumlah penduduk miskin 51,97 ribu jiwa ditambah kondisi kemiskinan ekstrim  2,06 % atau sekitar 15.160 jiwa, menurut data BPS. Dorong terus pembentukan UMKM, Entrepreneurship atau sektor sektor pekerjaan non government, misalnya pertanian, perikanan dan sentral pelatihan persiapan kerja bagi masyarakat, perempuan dari kelompok marjinal dan generasi muda. Masih ada banyak pemikiran lama di sini,  bahwa pekerjaan yang sejahtera itu hanya menjadi pegawai negeri atau menjadi anggota Dewan, ini sangat disayangkan !.
– Kedua ; persoalan lingkungan dan maraknya kebakaran hutan dan lahan. Bulan Mei 2023 lalu BMKG merilis terdapat 11 titik panas (hotspots) di Riau dan ternyata  semuanya  berada di Rokan Hilir, (Kecamatan Pasir Limau Kapas). Banyak praktik-praktik pembakaran hutan untuk membersihkan lahan dengan tujuan untuk pertanian atau mendirikan bangunan, karena pembakaran hutan dianggap lebih mudah dan ekonomis dibanding dengan harus menebas hutan. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kecamatan Pujud, Rokan Hilir. Pemda dan penegak hukum harus tegas dalam penegakan hukum, tak setengah-setengah karena banyak yang dirugikan terutama masyarakat adat (indigenous peoples) yang telah lama berdiam disekitar kawasan hutan.
Perlu ada penguatan kembali sistem masyarakat peduli Api dan lingkungan hutan dan lahan.
– Ketiga ; perlindungan dan pemberdayaan ekonomi nelayan  tradisional. Persoalan sudah banyak termasuk bagaimana nelayan tradisional harus bersaing dengan nelayan yang rakus yang menggunakan pukat harimau padahal sudah dilarang, kemudian pemerintah harus giat dan konsisten dalam pelatihan budidaya ikan, pemasaran ikan dan produk-produk olahan ikan ke pasar. Semua pihak harus dilibatkan, apalagi menjelang tahun politik dan pemilu 2024 ini. Calon anggota dewan dan calon pemimpin belum  punya visi misi dan tujuan yang mengakar dari persoalan-persoalan lama di Bagansiapiapi dan Rokan Hilir, mereka belum mempunyai data,  program yang jelas dan apa-apa saja kebutuhan yang mendesak, potensi dan tantangan di Bagansiapi-api ini
Demikian akhir pesan singkat Whats App dari wanita kelahiran kota Bagansiapi-api Kabupaten Rokan Hilir, Nukila Evanty menutup percakapan.(***)
Sumber : Edy Sam

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


+ empat = 10

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.