KL- Kamarudin warga Desa Suak Buaya Kecamatan Singkep Barat gerah. Pasalnya, hasil laut merupakan sumber mata pencarian nelayan tradisonal di obrak-abrik pukat harimau,
Membuat hasil tangkapan nelayan drastis menurun.
“Hilangnya pukat troll yang beroperasi dilaut Suak Buaya, sekarang timbul lagi pukat harimau yang memporak-porandakan karang-karang di wilayah tangkapan nelayan tradisional setempat,” celoteh Kamarudin.dihubungi lewat ponselnya.
Dijelaskan, Suak Buaya terdiri dari 200 Kepala Keluarga (KK), sementara yang memiliki pukat harimau sekitar 20 buah kapal, yang hampir setiap angin teduh, mereka melakukan aktivitasnya memukat udang yang jaraknya tidak jauh dari bibir pantai.
“Nelayan tradisional Suak Buaya mayoritas nelayan udang dan memancing ikan, sementara ditepi – tepi karang tempat memancing sudah banyak yang rusak, akibat ulah dari pukat harimau yang sekarang ini menjadi persoalan serius warga kami Desa Suak Buaya ” ungkapnya.
Dilanjutkan, masyarakat setempat sudah memberi tahu pada pemilik pukat, dengan harapan pemilik tidak beraktivitas di lokasi tangkapan nelayan, mengingat Wilayah tangkapan nelayan tersebut merupakan lokasi strategis untuk memancing ikan.
“Sangat kita sayangkan, kenapa pemukat melakukan itu di area tangkapan pemancing. Kalaulah terumbu karang rusak semua, kemana harus kita cari lagi. Kita juga menyesali, kenapa pukat itu beroperasi, yang jaraknya cuma 1 Mil dari garis pantai,” katanya.
Informasi lain yang dihimpun Media ini, awalnya, sejak pukat Troll di hentikan dan tidak diizinkan beraktivitas di Laut–laut sudah mulai reda , karena tidak dibenarkan lagi pukat Troll yang beroperasi. Akan tetapi, karena adanya pertemuan beberapa waktu lalu di Kepri, pukat Troll di bawah 5 GT beraktivitas kembali di Izinkan membuat mata pencarian para nelayan tradisional kembali terancam.
“Adanya rencana diperbolehkan pukat dibawah 5 GT beroperasi, membuat para nelayan yang menggunakan Pukat Troll sudah memulai beropersi waulaupun belum ada izin Resmi dari Pemerintah , alhasil, para nelayan tradisional kembali menjerit, karena daerah tangkapan nelayan tradisional menjadi sasaran para Nelayan yang menggunakan pukat Troll Jika memang sudah ada izin, pukat Troll dibawah 5 GT hanya diperbolehkan beroperasi diatas 4 Mil dari garis pantai. Ini sangat Kita sesalkan, izin belum ada, mereka beroperasi terlebih dahulu, dengan jarak 1 Mil saja dari pantai,” kata beberapa nelayan, melalui seluler.
Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lingga Abang Muzni ketika di temuai menuturkan, terkait pukat troll di bawah 5 GT sampai sekarang belum ada izin. Dia mengaku, sejak pukat troll tidak di benarkan,para nelayan Kabupaten Lingga aman-aman saja dan tidak ada keluhan kalau pergi melaut.
“Jadi pukat troll di bawah 5 GT, sampai sekarang belum ada izin. Kita juga akan meminta jajarannya untuk memantau daerah-daerah yang menjadi keluhan nelayan tradisional ini” ujar Abang Muzni diruang kerjanya,
Adanya keluhan yang disampaikan masyarakat nelayan tradisional, LSM Lentera Lingga Iskandar berharap, DKP Lingga harus melakukan pemantauan di Wilayah-wilayah rawan pukat troll. “Kita juga ada mendapat laporan masyarakat nelayan tradisional, jadi kita minta DKP harus meningkatkan pengawasan dengan pihak terkait, supaya melakukan pemantauan, dengan harapan, Wilayah tangkapan nelayan tradisional terselamatkan dari pukat troll,” pungkasnya. (Mrs/SAM)