KL – Budayawan Ternama Kepri Rida K Liamsi paparkan bukti sejarah perlawanan Sultan Mahmud Muzzafarsyah atau Mahmud IV terhadap penjajah, hal itu di ungkapkannya saat berkunjung ke Lingga, Selasa (10/4).
Dia melihat langsung keberadaan Istana Kota Batu di Daik Lingga yang merupakan simbol atau bukti perlawanan sultan. Meski cuaca tidak mendukung, akan tetapi niat tulusnya seorang pecinta sejarah melayu tidak menyulut dirinya, untuk melihat langsung salah satu cagar budaya peninggalan kesultanan sekarang ini sudah menjadi bukti sejarah.
“Ini istana bukti perlawanan Sultan Mahmud IV, dan dengan istana ini pulalah telah menunjukkan Sultan Melayu juga bisa hidup modern dan maju seperti orang Eropa, jadi inilah simbol sejarahnya,” ungkap Rida K Liamsi.
Dilanjutkan, dalam literatur sejarah, Sultan Mahmud lV dikenal pembangkang terhadap penjajah (Belanda) hingga dia dimakzulkan. Cicit dari Sultan Mahmud Riayat Syah atau Mahmud III ini kemudian meninggalkan Daik Lingga dan wafat di Pahang, atau dikenal dengan nama Marhum Pahang.
Kisah pembangunan Istana Kota Batu sang Sultan tercatat dalam Syair Sultan Mahmud. Sekumpulan syair yang berisi ribuan bait mengisahkan perjalanan kepemimpinannya.
Membangun Istana yang juga menjadi tempat berlangsungnya pernikahan antara adindanya Tengku Embung Fatimah dengan Yang Dipertuan Muda (YDM) ke X, Raja Muhammad Yusuf. Kini salinan syair tersebut menjadi salah satu arsip nasional di Jakarta.
“Saya dalam perjalanan meluruskan sejarah, dan menempatkan Sultan Mahmud IV, semestinya dia tercatat dalam Sejarah Lingga-Riau,” kata pria yang bergelar Dato Seri Lela Budaya, sekarang ini tengah menyelesaikan buku semi sejarah Mahmud Sang Pembangkang.
Dalam pengamatannya di lokasi Istana Kota Batu, yang tidak yang tidak jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Lingga, Rida K Liamsi amat menyayangkan kondisi yang kurang terawat.
“Harusnya situs ini segera diselamatkan. Agar jejak dan catatan sejarahnya tidak hilang. Masalah ini sudah di sampaikan kepada pemda dan dinas kebudayaan. lokasi BCB juga minim sarana prasarana penunjang, salah satunya jalan menuju situs,” imbuhnya.
Dia berpesan, menjaga situs harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk menjaga khazanah pusat kesultanan 200 tahun lalu di Daik Lingga. “Menjaga warisan budaya adalah kunci mewujudkan Bunda Tanah Melayu yang sesungguhnya,” pungkasnya. (mrs/Red)