Festival Batu Berdaun, Nizar Ingin Lingga Jadi Perhatian Kemenparekraf

KL – Bupati Lingga, Muhammad Nizar sangat serius berupaya membangun Kepariwisataan Bunda Tanah Melayu dan menjadikan Kabupaten Lingga sebagai tujuan wisata Sejarah dan Religi.
Rencana membangun pariwisata yang sedikit berbeda, dan dinilai hanya Lingga yang punya potensi tersebut bahkan langsung disampaikan ke Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Ari Juliano Gema, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Bumi Putra Nusantara Indonesia (ASPRINDO), H. Jose Rizal, MBA, serta Sekretaris Jendral, Ir. Irwansyah, MBA yang hadir di Kabupaten Lingga pada Festival Pantai Batu Berdaun yang diselenggarakan oleh RG Peduli Wilayah Berkerjasama dengan pemerintah daerah, di Pantai Batu Berdaun, Dabosingkep, Minggu (27/02/2022).Dia berharap, agenda kegiatan pariwisata di Kabupaten Lingga baik itu Tamadun Melayu Antar Bangsa, yang pernah digelar pemkab Lingga pada 2017 silam, dan Festival Pantai Batu Berdaun, mendapat perhatian dari Kemenparekraf, atau mendukung masuk pada kalender pariwisata nasional.”Kalau untuk kegiatan-kegiatan sangat sering dilakukan di sini (Batu Berdaun). Namun untuk festival baru pertama kali, dan mudah-mudahan dari sini bisa menjadi masukan dan menjadi salah satu perhatian kemenparekraf, semisal masuk dalam kalender pariwisata,” kata dia.Pemerintah daerah justru saat ini sangat serius dalam upaya membangun pariwisata di Kabupaten Lingga, bahkan terus mendorong adanya terobosan-terobosan terkait pariwisata seperti kegiatan yang terlaksana di Batu Berdaun, atas bentuk kepedulian dari pemuda-pemuda, baik dari RG Peduli Kepri dan pemuda secara umum, serta pemerintahan dan masyarakat di Kabupaten Lingga. Karena memang visi kedepan, Kabupaten Lingga harus menjadi daerah pariwisata yang populer, salah satu tujuan wisata sejarah, budaya dan religi sebagai tapak sejarah melayu.Sebagaimana catatan sejarah membuktikan, akar budaya melayu bermula disini. Dan bahkan telah diakui oleh 6 negera serumpun sebagai Bunda Tanah Melayu tahun 1990-an.

Sejak 1787, Kesultanan Lingga – Riau bertamadun di Daik, sebagai pusat pemerintahan selama 113 tahun. Baru pada tahun 1900 berpindah ke Pulau Penyengat dan akhirnya dihapus oleh Belanda pada 1913.”

Usaha kami dalam pengembangan wisata yang tidak ada di kabupaten lain di Kepri. Kalau pantai pengembangan wisata bahari, mungkin sudah ketinggalan selangkah. Ada wisata sejarah dan religi yang begitu sarat, dari peninggalan Kesultanan Riau selama 113 tahun yang pusat pemerintahannya berada di Lingga dan wisata yang tidak ada di kabupaten lain di Kepri,” papar dia.

Lingga kepemimpinan merupakan negeri para sultan, selain itu Daik sebagai Bunda Tanah Melayu. Ada beberapa makam Sultan yang bersemayam di Pulau Lingga termasuk pahlawan Nasional Sultan Mahmud Riwayat Syah III, yang namanya kini dipakai pemerintah Kota Batam, sebagai nama salah satu masjid agung disana.

“Jujur, kami juga sempat berkecil hati, pengalaman pak menteri beberapa waktu lalu di Pulau Penyengat, dan atas pengakuan pulau penyengat. Namun yang nyatanya adalah induk budaya melayu itu berada di Kabupaten Lingga, dan diakui sebagai Bunda Tanah Melayu,” jelas dia dihadapan tamu dari kementerian.

Oleh karena itu, dia berharap staf ahli yang hadir bisa menyampaikan keinginannya pada undangan Menteri Sadiaga Uno, agar dapat hadir di Kabupaten Lingga pada puncak peringatan HUT Kabupaten Lingga yang ke 19 pada Oktober mendatang. Sekaligus ingin memantapkan Tamadun Melayu Antar Bangsa menjadi bagian pariwisata nasional, sebagaimana yang pernah disampaikan ke Menparekraf, Sandiaga Uno beberapa waktu lalu saat diri masih berstatus Plt Bupati.

Sampaikan salam takzim dari pemerintah Kabupaten Lingga kepada pak Menteri, kami undangan ulang tahun Kabupaten Lingga agar dapat hadir di kegiatan HUT Lingga ke 19, yang memang telah kami kemas sebaik mungkin pariwisata dan UMKMnya. Termasuk ingin memantapkan kegiatan Tamadun Melayu Antar Bangsa, dan pemakaian 1000 tudung Manto, agar masuk rekor muri. Bahkan masuk pada kegiatan tahunan,” ucap dia.Hal tersebut disambut positif oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Ari Juliano Gema, yang apresiasi terselenggaranya Festival Batu Berdaun dengan lancar dan baik.

Dia mengatakan festival atau tamadun bisa dilakukan terus menerus, atau menjadi program tahunan daerah. Namun dia tetap merekomendasikan keinginan Bupati Lingga, untuk disampaikan ke Menparekraf, Sandiga Uno.

“Mudah-mudahan, beliau (pak Mentri) dilain kesempatan bisa hadir disini. Namun saya kagum atas kerjasama RG Peduli Kepri, dan pemerintah daerah, kegiatan berjalan dengan baik. Dengan banyaknya potensi pariwisata, dikemas dan dilakukan dengan kolaborasi dan ekonomi kreatif, agar tetap terlaksana,” kata dia.

Sementara Ketua Umum DPP ASPRINDO, H. Jose Rizal, MBA memperkuat keinginan Bupati Lingga. Dengan menjadikan pribumi tuan dinegeri sendiri, pihak ASPRINDO mendukung penuh penggelaran festival Pantai Batu Berdaun dengan tagline Mewujudkan Desa WisataIndonesia Maju dan Mendunia itu.

Keterkaitannya hadir pada festival ini, adalah mengingat misi mengangkat kembali kesultanan kerajaan melayu Lingga-Riau melalui warisan seni budaya, kearifan lokal, pariwisata dan sejarah serta kuliner khas yang perlu di kembangkan.

“Melayu adalah pribumi. Sebagai organisasi pengusaha pribumi, ASPRINDO selalu memperhatikan segala hal yang terkait dalam upaya mengangkat harkat dan martabat kaum pribumi,” papar dia.Selain itu ASPRINDO, kata dia merupakan mitra yang dipilih oleh kemenparekraf dalam strategi memajukan pariwisata di Indonesia .

“Tentu saja kita berharap berharap diperbatasan terus digeliatkan, itu penting. Apalagi Lingga dekat dengan Singapura dan Malaysia,” kata dia.

Untuk diketahui, Bupati Lingga hadirkan peserta Run Dabo 7 dan 10 Km, serta turut menyemarakkan Fun Bike bersama keluarga dengan rute dari Lapangan Merdeka, Dabosingkep finis di pantai Batu Berdaun. Disela-sela kegiatan, Nizar juga menyerahkan piagam penghargaan kepada Kepala Sekolah dan guru yang telah berhasil menyelesaikan penulisan buku pada program Satu Guru Satu Buku (SaguSabu). (Prokopim/Merah)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


3 + dua =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.