Jejak Suharmis Mengajar Sholat dan Mengaji Suku Laut

Kl -Suharmis (60), tak pernah lelah mengajar agama islam pada masyarakat Suku Laut di wilayah Desa Penaah Kecamatan Senayang. Pria yang berasal dari Riau Daratan tersebut sudah 12 Tahun berjuang mengajar masyarakat Suku Luat mulai sholat hingga mengaji
Cerita Suharmis, Tahun 1996, dia berada di Tanjung Nyang Lingga, ketika itu dia di temui oleh seorang Suku Laut dari Pulau Mensemut di Tanjung Nyang dengan meminta dirinya mengajar agama islam di Mensemut mulai dari anak-anak sampai orang tua yang berkeinginan memeluk islam
Mendengar niat tulus seorang Suku Laut yang ketika itu mengambil air minum untuk memenuhi kebutuhan hidup, Suhirman meminta tempo untuk berfikir selama satu minggu, karena pada waktu itu niatnya ingin berangkat ke Bangka Belitung untuk mencari pekerjaan.
“Di Tanjungnyang saya ada bapak angkat, mendingar nada tulus dan ikhlas Suku Laut, saya harus berfikir keras, di sana nanti apa yang harus saya kerjakan buat bertahan hidup. Sementara saya merantau butuh pekerjaan untuk makan,” kata Suhirman sembari bercerita,
Melalui pertimbangan yang teramat matang, dia berfikir urusan rezeki Allah SWT punya kuasa, akhirnya dia memutuskan datang ke Pulau Mensemut untuk memenuhi keinginan masyarakat yang ingin memeluk dan belajar agama islam.
Selama enam tahun di Mensemut, sebanyak 23 kepala keluarga memeluk islam dan belajar sholat dan mengaji. Selaian itu pula dia bersama masyarakat  mendirikan tempat belajar untuk baca tulis serta tempat ibadah (surau) di Pulau Mensemut.
“Saya betul-betul kasihan, awalnya mereka tidak beragama dan tidak tahu sama sekali baca tulis. Disamping mengajar agama saya juga mengajar baca tulis pada Suku Laut Mensemut, alhandulillah mereka dapat sholat, mengaji dan baca tulis,” jelasnya.
Sudah sekian tahun berjalan, dia bersama masyarakat juga berkeinginan mendirikan rumah ibdah, berbagai usaha dan upaya di lakukan, membuat dia sedih, kala itu dia membawa proposal ke Tanjungpinang (Lingga masih bergabung dengan Kabupaten Kepri), hingga bicara kasar dari oknum pejabat kala itu dia dapatkan, sampai dia mencari donatur ke Batam dan di tempat lain.
“Akhirnya saya merasa terpanggil membantu Suku Laut yang ada di Mensemut. Selain mendirikan tempat belajar sampai ke tempat ibadah, alhamdulillah selesai meskipun di bangun tidak permanen,” ujarnya teringat masa sedih kala itu.
Meski tidak ada gaji, dia tetap berniat ingin mengajar dengan tulus dan ikhlas masyarakat Suku Laut di gubuk tempat tinggalnya sampai mereka paham tentang kewajiban dan larangan islam.
Bertahun-tahun dia mampu bertahan hidup di Mensemut dengan berjualan nasi lemak dan kue martabak, untuk bertahan demi mengajar Suku Laut tanpa ada bayaran dari Suku Laut itu sendiri maupun pemerintah, namun dia tetap berpedoman rezki itu sudah di peruntukkan Allah SWT pada umatnya.
Meski tak mudah terjual habis, sisa dari dagangan di bagikannya ke anak-anak dan masyarakat Mensemut. Sekarang dia merasa ada kepuasan bathin, setelah di Mensemut seluruhnya memeluk islam atas kemauan masyarakat sendiri tanpa ada paksaan dari dirinya dan pihak lain.
Setelah enam tahun di Mensemut, Suharmis diminta lagi masyarakat Suku Laut Kojong Desa Penaah, untuk mengislamkan penduduk yang yang kala itu berjumlah 13 kepala keluarga. Selama dua tahun di Kojong, dia mengislamkan Suku Laut sebanyak 12 kelapa keluarga.
Lagi-lagi dia menyebutkan, kalau yang ingin memeluk islam itu atas kemauan masyarakat itu sendiri tanpa ada paksaan. Tidak saja mengislamkan, tapi dia juga tetap mengajar sholat dan mengaji sampai mereka pandai dan paham tentang islam.
“Setelah dua tahun, di Kojong saya diminta lagi masyarakat Dusun Sungai Nona Desa Limbung Kecamatan Lingga Utara, untuk mengsilankamkan masyarakat sekaligus mengajar sholat dan ngaji di sana,” cerita Suarmis lagi, sambil duduk santai menceritakan liku-liku perjalanan hidupnya mengsilamkan Suku Laut.
Atas permintaan dan sudah menjadi kehendak Allah SWT, Tahun 2011 Suharmis pindah lagi ke Sungai Nona. Lagi-lagi hal yang sama dia lakukan sampai Tahun 2018 ini, sehingga dia membuat kebun di sebuah lahan untuk bertahan hidup mengajar agama di Sungai Nona.
“Kalau Suku Laut awalnya mereka tidak memiliki agama pahamnya animisme. Karena mereka berkeinginan masuk islam, saya islamkan. Tidak cukup dengan mengucap shadat, tetapi tetap saya ajarkan sholat dan mengaji,” ujar Suharmis.
Karena mereka sudah banyak memeluk islam, Suharmis juga berupaya dengan berbagai cara mencari donatur untuk mendirikan surau di Sungai Nona. Hinngga sempat berjumpa dengan Bupati Lingga kala itu H Daria, dan langsung mendapat respon.
“Sayang kala itu uang tidak diserah dengan saya bersama masyarakat, tapi di serahkan dengan sesorang pada akhirnya surau di bangun tidak sesuai dengan harapan dan anggaran yang di berikan pemerintah daerah kala itu,” imbuhnya.
Meskipun di bangun tidak sesuai harapan, surau tersebut di beri nama Nurul Ikhlas sama dengan nama surau di Pulau Mensemut, dia beralasan, nama itu di beri karena dia bekerja dengan ikhlas karena Allah SWT.
Supaya surau itu dapat di buat lebih bagus lagi, dia juga lagi mencari cara atau donatur untuk di bangun kembali rumah ibadah yang berada di Sungai Nona, supaya bangunannya standard meskipun itu suarau.
Meski dia hidup sebatang kara di negeri orang, sambung pria kelahiran Tahun 1949, dia tetap menjalankan tugasnya mengajar agama, walaupun tidak ada di gaji, namun dia tetap menjalankannya dengan ikhlas tanpa pamrih.
“Saat ini untuk bertahan hidup, saya berkebun di Dusun Sambau Desa Limbung. Setiap pagi saya ke kebun, mengajar ngaji setelah anak-anak Suku Laut pulang sekolah. Inilah rutinitas saya sekarang ini,” ucapnya.
Meski banyak liku-liku hidup baik itu tantangan dan halangan di hadapinya dalam mengislamkan orang-orang (Suku Laut), tidak membuat dirinya gentar, walaupun berbagai ancaman itu ada, tidak membuat hatinya gentar dan takut menghadapinya sampai dia bertahan sampai sekarang ini dan terus memberi pengajaran agama pada anak-anak Suku Laut.
“Sekarang kalau ada masyarakat Sungai Nona meninggal atau ingin menikah, sayalah yang membantu mereka. Kalau ada yang meninggal, saya di minta  mengurus mayat sampai di kebumikan. Kalau ada yang ingin menikah, saya urus sampai ke Kantor Urusan Agama (KUA) hingga syarat nikah secara islam terpenuhi,” imbuhnya. (mrs/Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


tiga × 8 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.