KL – Wakil Ketua Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Lingga Erik Satriawan pertanyakan Anggaran Dewan pengupahan Kabupaten Lingga yang selama ini di anggap tidak sesuai dengan tanggung jawab yang memperjuangkan upah minimum kabupaten (UMK).
Dia memaparkan, selama ini Pemerintah menganggarkan untuk Dewan pengupahan selama satu tahun sangat minim sekali , sementara yang mereka perjuangkan dalam satu Tahun mengenai UMK melalui survei kebutuhan hidup layak masyarakat Kabupaten Lingga.
“Saya di SPSI sejak Tahun 2008 lalu, dan sampai sekarang biaya pertahun untuk dewan pengupahan cuma Rp50 Juta saja tidak ada perubahan, Dengan angka seperti ini sudah jelas tidak memadai, ditambah lagi tidak transparan dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transimigrasi (Dinsosnakertrans), terkait anggaran,tersebut” ungkapnya,
Dijelaskan, Dewan pengupahan yang terdiri dari, Pemerintah, SPSI, Apindo, Universitas dan fakar, yang bertugas melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) setiap bulan dari Januari sampai Desember, rapat pertriwulan membahas KHL, rapat penetapan UMK Daerah, pembentukan dan pembinaan pelaksana unit kerja (PUK).
Berdasarkan pengalaman dari 2008 sampai 2015 sambung mantan aktivis ini, masalah anggaran tetap menjadi keluhan, padahal tanggung jawab Dewan pengupahan begitu berat, sedangkan honor atau uang kehormatan diberikan pemerintah cuma Rp300 Ribu perbulan.
“Kalau boleh kita bandingkan dengan Dewan kesenian, Dewan pengawas radio, Dewan pengawas air minum dan dewan lainnya. Layak tidak jasa kami hanya di hargai Rp300 Ribu, sementara Dewan Pengawas dihargai diatas Rp1 Juta,” terangnya, sedikit agak kecewa.
Dalam memperjuangkan UMK, dia dari dewan SPSI yang tergabung dalam dewan pengupahan mati-matian memperjuangkan UMK setinggi-tingginya, hal itu disesuaikan dengan survei KHL yang dilakukan setiap bulannya.
“Kalau dari Apindo maunya UMK itu serendah-rendahnya, sedangkan kami dari SPSI tetap memperjuangkan UMK setinggi-tingginya yang didasari survei KHL. Kita saling beragumen mempertahankan UMK dari tekanan Apindo,” sebutnya.
Dalam hal ini Bupati harus bertanggung jawab terhadap dewan pengupahan, karena Bupati termasuk dalam dewan pengupahan. Dia mengaku, selama dia duduk di dewan pengupahan, Bupati tidak pernah hadir dalam rapat KHL dan menentukan UMK, sebagai kepala daerah dia harus hadir jadi dia tahu. Apa lagi Bupati sebagai ketua sekaligus pembina Dewan pengupahan, dia sangat berharap, dalam rapat KHL dan menetukan UMK Bupati yang baru dapat hadir nantinya.
“Jujur, kita tidak ingin ada unsur Politis dan kepentingan nantinya, tapi kita lihat dengan nurani peting tidaknya. Kalau masih ada unsur kepentingan dan Politis, yang penting menjadi tak penting, yang tak utama jadi utama. Tapi lihatlah tingkat urgen dan tak urgennya,” tuturnya.
Selain itu pula, Erik Satriawan meminta Dinsosnakertrans transparan terhadap Anggaran Dewan pengupahan dalam satu Tahun yang dianggarkan melalui APBD Kabupaten Lingga.
Kekecewaan lain juga disampaikannya, Tahun 2015 lalu dia membuat proposal atas persetujuan SPSI dan mendapat rekomendasi dari Bappeda, dan sampai sekarang dana tersebut tak juga cair.
“Uang itu bukan untuk pribadi dan kepentingan tidak menentu. Anggaran itu kita gunakan untuk sekretariat UPK dan pembinaan UPK disetiap wilayah Lingga serta operasional. Sampai sekarang proposal itu di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset, yang tak tahu kabar beritanya,” imbuhnya.
Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Lingga H Muslim mengaku, memang selama ini Bupati sebagai ketua dan pembina dewan pengupahan tidak hadir dalam rapat KHL dan menentukan UMK, karena Kesibukannya ,Maka Dinaslah yang bersangkutanlah menjadi perwakilan pemerintah.
“Dulu memang Bupati tak hadir, tapi kita upayakan Bupati yang baru ini nantinya untuk hadir dalam menentukan UMK. Kita juga yakin, Bupati baru ini gesit orangnya, sudah barang tentu akan memperhatikan masalah ini,” kata H Muslim,
Terkait Honor dewan pengupahan, memang selama ini masih minim hal itu berpatokkan pada kekuatan keuangan daerah. Sedangkan tahun 2015 yang lalu, dewan pengupahan dapat di anggarkan melalui APBDP untuk honor dan survei KHL.
“Semua itu tergantung keuangan daerah, sekarang saja kita terkena efesiensi 30 persen. Kita bicara Dewan pengupahan, memang merekalah menentukan UMK, kalau Apindo maunya UMK kita serendah mungkin, kalau kami dari pemerintah posisinya netral,” paparnya.
Disinggung mengenai honor dewan pengupahan masih rendah dibandingkan dengan dewan kesenian, radio dan dewan pengawas air bersih, lagi-lagi H Muslim tetap berpatokkan pada kekuatan APBD Lingga yang sampai sekarang masih rendah.
“Kita paham, dewan pengupahan yang terdiri dari tiga unsur atau tripartit, yakni pemerintah, SPSI dan Apindo. Inginnya jasa mereka dibayar lebih, Tapi kondisi keuangan seperti ini kita tak dapat berbuat lebih,” jelanya lagi.
Terhitung dari Tahun 2008 lalu, UMK Kabupaten Lingga Rp1,3 Juta, setelah melalui proses setiap tahunnya, dan disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak, UMK Kabupaten Lingga merangkak naik, sampai Tahun 2015, UMK Kabupaten Lingga menembus angka Rp2.070.000.
Kedepan, dewan pengupahan Kabupaten Lingga berharap pada Bupati Lingga yang baru hadir dalam menentukan UMK Lingga. Kehadiran tersebut membuat kepala daerah paham dan tahu perjuangan dewan pengupahan yang selama ini, berjuang untuk UMK para buruh, sedangkan jasanya kurang diperhatikan. Dalam hal ini, kepala daerah dianggapnya kurang bertanggung jawab. (Mrs/Sam)