Menelusuri Kehidupan Nelayan Dabo

Mengintip-Perjuangan-Nelaya-Dabo

LINGGA (KL) — Nelayan sebuah profesi yang sudah sangat akrab ditelinga siapa saja, mulai dari pelosok desa hingga ke kota besar sekali pun orang akan tau apa itu nelayan, namun tidak banyak yang mengenal dengan sosok seorang nelayan, apa lagi masyarakat yang hidup di perkotaan jauh dari pesisir pantai dan laut, yang mereka ketahui ikan, udang, kepiting dan lain sebagainya adalah hasil dari tangkapan nelayan.

Nelayan adalah sebuah profesi yang penuh tantangan, banyak yang harus dihadapi seorang nelayan dalam mencari rezeki guna memenuhi tanggung jawab dalam sebuah keluarga, seorang nelayan harus berhadapan dengan kekuasaan alam seperti angin dan ombak yang melebihi kekuasaan apapun yang ada didunia, selain itu juga harus berhadapan dengan sesama manusia yang berlainan profesi yakni perampok, itulah tantangan yang dihadapi oleh seorang yang berprofesi sebagai nelayan yang harus berjuang karena sewaktu-waktu bisa saja merenggut jiwa mereka.

Dari pengakuan Rambali (54) warga Dabo Singkep yang berprofesi sebagai nelayan, sejak berumur 16 tahun dipelabuhan Dabo, ianya (Rambali-Red) bersama seorang rekannya sekali turun melaut 20 hari baru pulang lagi ke rumah dengan hasil tangkapan 300 hingga 400 Kg.

“Namun hasil tersebut bukan mutlak bersih masih kita hitung dulu dengan taoke, karena pompong dan jaring yang saya bawa ini bukan lah milik pribadi tapi punya toeke,” ucap Rambali, saat ditemui sedang membenahi jaring ikan Bawalnya dipelabuhan Dabo Singkep, Sabtu (11/7/2015).

Rambali juga mengatakan, Berbagai tantangan yang harus kita hadap saat berada dilaut, angin ribut, gelombang yang besar seperti musim selatan sekarang ini, perampok juga merupakan ancaman lain yang harus diwaspadai, selama saya menjadi nelayan saat saya melaut menjaring ikan telah empat kali saya kena rampok, tapi alhamdulillah sampai sekarang saya masih diberikan umur panjang.

“Belum lagi ketemu dengan satu profesi yaitu sesama nelayan, namun bukan warga Lingga, mereka datang dari luar Lingga yang juga mencari ikan di daerah kita, namun dengan alat tangkapan yang berbeda dengan yang kita gunakan, mereka menggunakan rawai dan jaring batu, tentunya ini merupakan masalah tersendiri bagi kami nelayan Lingga,” terangnya.

Kita nelayan Lingga, katanya Rambali lagi, sebenarnya tidak masalah dengan nelan yang datang dari luar Lingga, namun yang jadi masalah mereka menggunakan tangkapan yang berbeda dengan kami nelayan Lingga, mereka menggunakan rawai dan jaring batu, saat rawai kita bersentuhan dengan jaring kami yang rusak jaring kami, tapi kami juga yang disalahkan.

“Karena kita tidak mau ada masalah dilaut kita yang mengalah padahal kita berada didaerah sendiri,” ungkapnya.

Sebagai nelayan tempatan saya sangat berharap adanya perhatian dari Pemkab Lingga, adanya bantuan yang diberikan, karena semenjak umur 16 tahun hingga saya berumur 54 tahun belum pernah saya menerima bantuan apapun dari pemerintah daerah.

“Padahal teman-teman seprofesi banyak yang telah menerima bantuan, saya juga ingin adanya bantuan sehingga saya tidak lagi terus-terusan bergantung kepada taoke, sehingga saya dapat berusaha sendiri,” ungkapnya. (Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


− 2 = tujuh

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.