KL – Heboh terlansir dalam tayangan pemberitaan beberapa media siber/online menjabarkan kedatangan Tim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kabupaten ternyata melakukan penyitaan alat berat sekaligus menyegel lokasi Perusahaan Tambang Yeyen Bintan Pratama (PT.YBP) yang berlokasi di area hutan wilayah Desa Tinjul, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga sekaligus melakukan pemasangan garis pns line.
Dari hasil informasi yang dihimpun awak media serta keterangan narasumber berinisial MN menyebutkan, “Giat penyitaan dan pemasangan tanda garis pns line tersebut, dilakukan pihak tim KLHK pada Rabu 21/09/2021 dan mengamankan juga 8 unit Dumtruck ban 10 serta 2 unit Excavator”, Ucapnya.
Kuat dugaan, turunnya tim KLHK tersebut merupakan tindak lanjut menanggapi bumingnya pemberitaan kunjungan kerja Abdul Wahid, Anggota Komisi VII DPR-RI yang membidangi Energi, Industri, Riset dan Teknologi ke Lingga selama tiga hari, tepatnya pada (16-18 Agustus 2021) lalu.
Ketika melakukan kunker ke lokasi aktivitas tambang di wilayah Kecamatan Singkep Barat yakni, lokasi tambang PT. Yenyen Bintan Pratama (YBP), tepatnya berada di area kawasan hutan Desa Tinjul yang diketahui mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi sejak tahun 2010 dan mendapat perpanjangan izin tahun 2018. Namun tidak mengurus Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dari Menteri LHK.
Saat melakukan kunjungan ke lokasi IUP PT Yeyen Bintan Permata, anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Riau itu bahkan tak menemukan seorang pun karyawan atau pengurus perusahaan yang menampakkan batang hidungnya.
“Kami tidak anti investasi, tapi patuhi aturan mainnya. Bayangkan sudah 11 tahun mengantongi IUP dan menambang di kawasan hutan tanpa izin Menteri LHK. Ada apa ini?, Siapa yang bertanggungjawab terhadap kerusakan hutan ini,” kata Wahid, saat itu.
Abdul Wahid semakin geram setelah mengecek koordinat lokasi tambang perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin. Dan diketahui Perusahaan ini juga mengangkut mineral dari luar IUP.
“Ini jelas pidana. Aparat penegak hukum tak boleh membiarkannya,” tegasnya.
Terhadap kegiatan penambangan di kawasan hutan tanpa izin dan di luar IUP, Abdul Wahid menyebut PT Yeyen Bintan Permata dapat dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Wahib menjelaskan, dalam Pasal 17 ayat (1) UU No 188 Tahun 2013, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.
“Bagi yang melanggar dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp20 miliar dan paling banyak Rp50 miliar,” ujarnya.
Selain itu, di dalam Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020, sanksi pidananya juga ditegaskan, bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengangkutan dan penjualan Mineral yang berasal dari luar IUP dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Diketahui kedatangan Tim KLHK didampingi kehutanan Provinsi Riau dan satpol PP lingga. Dan saat ini alat yang disita diamankan parkir di kawasan Implasment eks penambangan timah Dabo Kecamatan Singkep.
Sebagai informasi tambahan, selain meninjau lokasi (IUP) PT Yeyen Bintan Permata, Wahid juga mengunjungi lokasi PT Telaga Bintan Jaya, PT Citra Semarak Sejati dan PT Growa Indonesia di Singkep Barat, serta PT Sanmas Mekar Abadi di Singkep Selatan. beberapa waktu lalu (16-18 agustus).
Hingga brita ini di terbitkan dari KLHK ataupun pimpinan tim dari KLHK belum bisa dikonfirmasi terkait hak jawab dan penjelasannya.(Rilis/Red)