Pemda Jangan Tutup Mata, DKP Belum Serius Tangani Nelayan Lingga

KL – Sejumlah masyarakat bakalan Kabupaten Lingga meminta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), berani tegas dalam batas area tangkap nelayan tradisional.

Adanya aktivitas nelayan berkapasitas lebih besar seperti pukat trawl dan sebagainya telah mengganggu nelayan lokal dalam mencari rezeki, hingga telah mengganggu para nelayan lokal mendapatkan rezeki dari hasil laut di wilayah mereka.

Seperti di ungkapkan Ketua Nelayan Desa Belungkur Kecamatan Lingga Utara, hampir semua atau mayoritas masyarakat desanya bekerja sebagai nelayan dan menggantung hidup dari hasil laut.

Dia sangat berharap sekali pada DKP Lingga agar tegas dalam masalah ini, agar sumber mata pencarian mereka tidak terganggu oleh nelayan besar dari luar Lingga, yang selama ini di anggap telah mengusik area laut tangkapan tradisional wilayahnya.

“Nelayan kita bergabtung dari hasil laut, sedangkan aktivitas nelayan luar dengan kapasitas lebih besar, jujur kami selaku nelayan sangat merasa resah, seolah-olah laut kami sudah di obok-obok nelayan berkapasitas besar,” ungkapnya,

Dia juga mengaku, kalau wilayah Desa Belungkur sangat sensitif dengan aktivitas ilegal fishing. Untuk itu perlu ada ketegasan oleh DKP, supaya nelayan-nelayan luar tidak dibolehkan merapat ke wilayah tangkap nelayan tradisional atau nelayan lokal.

“DKP harus selalu memantau atau bekerja maksimal, apa lagi laut Lingga lebih luas dari daratan. Peran DKP Lingga dilapangan sangat di butuhkan para nelayan. Jangan hanya datang ke desa-desa tapi tidak ada action lapangan,” gumamnya, sedikit merasa kecewa.

Dia berharap pihak pemerintah Kabupaten Lingga melalui DKP Lingga tidak tutup mata dan lamban dalam penanganan masalah nelayan. Saat ini kondisi permasalahan yang dialami masyarakat nelayan di Lingga sangat komplit, berbagai permasalahan tak pernah ada penyelesaiannya.

“Perlu di ketahui, wilayah tangkapan laut Belungkur banyak karang-karang tinggi, kami juga perlu navigasi. Navigasi yang berada di Tanjung Nyang itu lebih terang lagi lampu petromax nelayan,” imbuhnya.

Muhdi, Ketua Koperasi Nelayan Persatuan Bubu Ketam (PBK) Senayang juga mengaku,  baru-baru ini mereka mendatangi DKP Lingga di Senayang terkait kejelasan dan perlindungan pemerintah terhadap pukat-pukat jaring yang berterbaran bebas di perairan 8 Mil dari pulau Kentar bahkan menghantam atau merusak bubu ketam milik nelayan.

“Siapa yang tak merasa rugi dan mengeluh,  harga 1 buah bubu lengkap dengan rotan itu Rp70 Ribu, sedangkan bubu yang hilang di hantam pukat jaring itu sekitar 50 buah sekali hilang. Jadi kita minta DKP seriuslah dalam menangani permasalahan nelayan, khususnya di Kabupaten Lingga ini,” tutupnya singkat. (mrs/Sam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


5 − = tiga

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.