PP Lingga Minta Pemda dan Aparat Penegak Hukum, Hentikan Ekspor Timah Illegal

Salah satu lokasi penambangan timah di Dabo Singkep

KL –  Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Lingga gerah, mereka meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera menghentikan aktifitas ekspor timah illegal di Dabo Singkep, yang di anggapnya merugikan daerah dan Negara.
Kepala Bidang Lingkungan Hidup PP Kabupaten Lingga, Jhon Kosmos mengatakan, aktifitas ekspor illegal oleh sejumlah penampung timah rakyat di Dabosingkep itu masih terus berjalan yang di anggapnya telah merugikan negara.
“Kalau tidak dihentikan, kerugian daerah dan negara terus mengalir. Perkiraan kita sudah puluhan milyar rupiah setiap tahunnya,” celetuknya, Rabu (4/1).
Dia mengaku, walaupun dia belum mengetahui letak gudang dan lokasi bongkar muat, tapi dia menggambarkan sedikitnya 10 Ton pasir timah berkadar Stanium (SN) rata-rata (SN 70% Up) hasil penambangan rakyat, diberangkatkan secara illegal setiap kali keberangkatan.
“Kisaran harga melalui pantauan kita, pasar dunia bila di rupiahkan dalam satu kilogram Rp210.000. Bila pasir timah 10 Ton, kerugian akan di telan Rp2,1 Milyar, itu bariu satu kali pengiriman,” paparnya.
Dia meminta penegak hukum menunjukkan upaya penanganan yang intensif. Meski ada beberapa kali tertangkap oleh WFQR Lantamal di laut, namun itu hanya sebagian kecil saja.
Selain itu pula, pemerintah daerah juga belum berhasil membuat aturan agar kegiatan penambangan timah rakyat yang jumlahnya mencapai ratusan titik di Dabo Singkep memiliki legalitas.
“Pemerintah tidak bisa semata-mata memaklumi keberadaan tambang rakyat karena alasan hajat hidup orang banyak, tanpa adanya upaya membuat aturan regulasi di sesuaikan aturan negara yang berlaku,” terangnya.
Sementara itu, mantan pemilik mesin hisap timah yang mengaku bernama Mardi menuturkan, saat ini jumlah mesin hisap yang ada di Pulau Singkep sudah mencapai 100 buah lebih.
“Mesinnya jenis Jiangdong berkapasitas 24 PK. Satu mesin itu bisa menghasilakan pasir timah 15 Kg per hari dengan kedalaman pengeboran mencapai 10 Meter ke bawah,” tutur dia.
Menurut Mardi, setiap pemilik mesin harus memproduksi timah 15 kilogram, satu hari harus mampu memenuhi biaya operasional. Kalau tidak mencapai jumlah, pemilik mesin akan rugi.
“Harga dari penampung Rp85.000 per-kilogram. Kalau mau untung, kami harus mendapatkan timah minimal itu 15 kilo sehari kerja,” ungkapnya.
Dia juga mengaku, sekarang dia sudah tidak memiliki mesin lagi, karena usaha tersebut rentan rugi akibat timah per kilo dari penampung harganya terlalu rendah (mrs/sam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


− 3 = enam

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.