LINGGA, batamtoday – PT Bintan Bumi Persada yang melakukan aktivitas penambangan biji besi di Dusun Cukas Desa Tanjung Irat Kecamatan Singkep Barat diduga sudah melanggar hak-hak masyarakat setempat dan mulai meresahkan.
Beberapa lahan warga yang berada dalam area penambangan belum dilakukan pembebasannya, usaha kelong nelayan yang rusak atau terkena dampak dari penambangan tidak ada penyelesaian juga sampai saat ini. termasuk juga rusaknya ekosistim laut yang berdampak terhadap pendapatan masyarakat yang umumnya melaut.Bekang misalnya, seorang warga yang lahannya belum ada penggantiannya dari pihak perusahaan. padahal menurutnya sudah hampir dua tahun belakangan ini mulai diurus namun tak kunjung selesai. Persoalan yang sama juga disampaikan Rifa’i yang tanpa kejelasan lahan milik keluarganya sudah diobrak abrik tanpa basa basi. Upaya secara kekeluargaan sudah dilakukannya agar pihak investor mengganti lahannya tersebut. ” Masalah ini sudah berlarut-larut, sementara baik perusahaan ataupun perangkat desa seperti tak peduli, mungkin karena kami orang kecil jadi tak dihiraukan mereka,” keluh Rifa’i. Tokoh pemuda setempat, Kahar (10/2/2013) menyampaikan bahwa, segala persoalan yang terkait aktivitas penambangan ini harus segera diselesaikan PT BBP sebelum loading dilaksanakan, jangan sampai masyarakat bertindak. Masyarakat setempat juga berharap agar perusahaan memperhatikan keluhan mereka, karena sampai saat ini kompensasi kesejahteraan masyarakat belum ada kejelasan. Pencemaran udara akibat debu sangat mengganggu warga utamanya saat kemarau dan angin selatan. Belum lagi suara bising yang ditimbulkan pekerja tambang yang melakukan aktivitas sepanjang malam juga mengusik ketenangan warga. “Sangat banyak efek yang timbul akibat penambangan biji besi namun permintaan warga agar PT BBP memperhatikan keinginan warga dalam batas wajar belum terlaksana sampai sekarang. Kami masyarakat desa memang tidak bisa menutup pertambangan ini namun kami minta pihak-pihak terkait memperhatikan hak-hak kami juga,” lanjut Kahar. Penelusuran batamtoday kelokasi pertambangan, terlihat bahwa area produksi PT BBP sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan tak berjarak dengan laut, sehingga resiko kerusakan lingkungan sangat tinggi. Dari informasi yang dihimpun, PT BBP milik seorang pengusaha besar di Kepri dan mulai beroperasi di Dusun Cukas tahun 2010. Pengusaha yang sama juga pernah melakukan ekplorasi penambangan pasir yang sampai saat ini belum melakukan reklamasi pasca tambang. Sementara itu, Jon Kosmos seorang aktivis LSM Peduli saat di lokasi tambang menyebutkan bahwa, perizinan berupa IUP eksplorasi dan IUP produksi atas lahan yang akan ditambang tidak serta merta membebaskan kewajiban pengusaha atas tanah atau lahan masyarakat yang termasuk kawasan itu. Penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan diatur dalam Bab VIII UU Minerba 2009. Pemberian IUP tidak serta merta memberikan “hak milik” atau “hak penguasaan” terhadap bidang-bidang tanah di atasnya kepada pemegang IUP, sebut Jon. Hal tersebut didasarkan pada “Azas Pemisahan Horizontal” yang dianut dalam hukum pertanahan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Berangkat dari azas pemisahan horizontal tersebut, ketentuan Pasal 136 UU Minerba 2009 mengatur kewajiban kepada pemegang IUP wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Melakukan kegiatannya. Penyelesaian hak atas tanah dapat saja dengan mekanisme ganti rugi/jual beli, sewa menyewa, pinjam pakai atau bentuk lain yang disepakati antara pemegang IUP dengan pemegang hak atas tanah serta wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan yang berlaku. Berkaitan dengan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan, hal tersebut sudah diantisipasi dengan penerapan kriteria dan pengawasan yang sangat ketat, dimana penjabarannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana dari UU Minerba 2009 (PP dan Peraturan Menteri), di samping itu tentunya tunduk pada Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup beserta peraturan pelaksananya. “Kami minta kepada seluruh pihak , baik kecamatan, dinas terkait dan Badan Lingkungan Hidup dapat berkerja maksimal dengan melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas pertambangan di kabupaten Lingga ini,” kata Jon. (ar/dd) sumber : www.batamtoday.com |